Minggu, 14 Juli 2013

Kamu, jauh disana...

Kadang dalam malam malam panjangku, aku selalu bertanya, sampai kapankah kita bertahan? Akan bermuara pada bahagia atau bahkan sia sia?
Akan ada cerita, disaat takdir menentukan pilihannya, disaat takdir mempermainkan kita dengan tangannya. 
Sakit kurasa, merasakan rindu yang terus menggigil sampai pagi tiba. 
Merasakan sakitnyan kepercayaan yang mulai di permainkan. 
Apakah ini derita bagi para manusia yang di pisahkan oleh jarak dengan orang yang disayanginya? Bukan salahmu, juga salahku bila rindu sesakit ini rasanya. Perjalanan cinta tak ubahnya seperti rasa yang terpenjara.
Tapi, kenapa selalu ada yang di beda-bedakan dalam persepsimu terhadapku. Membuat semuanya begitu lemah dalam daya dan uapayaku.

Setahun yang lalu sebelum membuka pengumuman SNMPTN undangan, di sebuah warnet dekat sekolah.
Aku dan kamu, bercanda penuh tawa dan cerita, ditemani dengan hitungan detik yang terus bergerak mundur yang terdapat pada layar komputer kita. Ada perasaan resah dan gelisah yang kubaca lewat matamu saat menunggu pengumuman itu dan aku hanya bisa tersenyum tanda semuanya akan baik baik saja. Andai kamu tahu, di balik senyumku aku pun menyimpan resah yang sama, lebih bahkan. Gelisah saat ku sadari bahwa pilihanmu akan membawakan jarak antara kita dan jawaban di layar komputer akan membawa nasib kita ke jalan yang berbeda. Waktu di layar komputer hanya tinggal menghitung akhirnya, tanda bahwa kamu sebentar lagi bisa log-in lalu tersenyum bahagia. Tidak, aku tidak menginginkan itu. Tapi aku lebih tidak mau kamu tidak melanjutkan kuliahmu. Entah firasat atau apa, saat kulihat layar komputer sudah memperlihatkan bahwa waktu berhenti dan melihat tanganmu mengetik ID mu untuk log-in, perasaanku semakin tidak karuan. Aku menggigit bibirku tanda resah, memejamkan mata untuk kemungkinan terburuk. Aku tak tahu maksud terburuk itu seperti apa. Dan saat kau menjerit bahagia bahwa kau di terima oleh universitas yang jaraknya beratus ratus kilometer dari rumahku, air mataku turun. Entah bahagia atau duka. 

"Selamat ayy, selamat banget pokoknya ya, Aku bangga banget sama kamu " Ucapku tulus. Dan kamu memelukku tanpa tahu aku menangis.

Dan sampai saat ini, jarak memisahkan kita begitu jahatnya. Entah sudah berapa bungkus tissue yang di habiskan ketika menangis karena rindu. Dan saat masalah tiba, bukan keadilan yang ditunjukan takdir. Meski aku sering mengiba padanya dan meminta, tolong hapuskan jarak diantara kami. 
Bahkan, kadang kepercayaan seperti diperjual-belikan. Begitu sulitnya membeli kepercayaan, tapi kamu dengan mudah menjualnya.
Entah sampai kapan aku tenggelam dan bertahan, dalam kesulitan menggapai jarak yang sejauh ini. Selama apapun, harapku hanya satu semoga ke-bertahanan-ku ini tidak pernah sia sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar